Tradisi Maulid Nabi di Aceh: Unik, Meriah dan Berbeda dari Daerah Lain

Daftar Isi

Masyarakat Aceh memiliki tradisi yang sangat kental dengan nilai keagamaan dan adat istiadat. 

Kenduri Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi salah satu perayaan yang paling meriah di Aceh, dan masyarakat setempat menyebutnya Maulod.

Tradisi ini bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga sarana mempererat silaturahmi antar warga.

Sejarah Maulid Nabi di Aceh

Sejak awal berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam, dibawah kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah, tradisi Maulid Nabi mulai dikenal di Aceh.

Dalam wasiat yang dikeluarkan pada 12 Rabiul Awal 913 H (23 Juli 1507), Sultan menegaskan bahwa perayaan maulid berperan penting dalam menjaga hubungan sosial antar kampung. 

Meski belum dapat dipastikan apakah pelaksanaannya sama seperti sekarang, tradisi ini terus berkembang hingga menjadi bagian penting dari identitas budaya Aceh.

Perayaan Maulid yang Panjang

Berbeda dengan daerah lain di Indonesia, perayaan Maulid Nabi di Aceh berlangsung sangat lama, bahkan hingga tiga bulan penuh.

  • Rabiul Awal dikenal sebagai Buleuen Molod (Maulid awal)
  • Rabiul Akhir disebut Buleuen Adoe Molod (Maulid pertengahan)
  • Jumadil Awal dinamakan Buleuen Molod Seuneulheuh (Maulid akhir)

Bahkan, persiapan kenduri biasanya dimulai sejak satu bulan sebelumnya. Panjangnya waktu perayaan disebabkan oleh sistem bergilir antar-desa. 

Dengan demikian, masyarakat dari desa tetangga dapat saling berkunjung dan merayakan bersama.

Persiapan Kenduri Maulid

Sebelum pelaksanaan, kepala desa bersama Teungku Imum (imam) menggelar musyawarah untuk menentukan jadwal. Setelah itu dibentuk panitia yang bertugas mengumpulkan dana masyarakat, kecuali dari keluarga miskin.

Warga kemudian memutuskan apakah mereka akan mengadakan kenduri di rumah masing-masing atau menyumbangkan hidangan ke meunasah, yaitu bangunan khas Aceh yang digunakan untuk kegiatan agama dan sosial. 

Jumlah hidangan yang terkumpul di meunasah biasanya cukup banyak karena setiap keluarga turut berpartisipasi.

Hidangan Khas Kenduri Maulid Aceh

Salah satu daya tarik utama tradisi maulid di Aceh adalah hidangan khasnya. Makanan yang dibawa ke meunasah ditempatkan dalam wadah khusus berbentuk tudung atau silinder, dibungkus dengan kain berwarna emas, hijau, dan merah marun, warna identik dengan budaya Aceh.

Beberapa menu khas kenduri maulid antara lain:

  • Bu Kulah: nasi tradisional aceh dibungkus dengan daun pisang berbentuk kerucut.
  • Kuah Pacri: kuah bercita rasa nanas, rempah, dan cabai merah.
  • Bulukat: ketan dengan parutan kelapa, dibungkus daun pisang berbentuk limas.
  • Kuah Beulangong: gulai daging kambing atau sapi khas Aceh.
  • Gulai bebek, ayam, dan ikan.
  • Telur bebek, sayur nangka serta aneka buah-buahan.

Setelah semua hidangan terkumpul, masyarakat bersama-sama menggelar doa, zikir, salawat, dan ceramah maulid sebelum menyantap makanan. Sebagai ungkapan rasa kepedulian, hidangan istimewa juga disajikan kepada anak yatim.

📝 Intisari

Tradisi Kenduri Maulid Nabi di Aceh bukan hanya bentuk penghormatan kepada Rasulullah SAW, tetapi juga sarana memperkuat ukhuwah islamiyah dan menjaga kearifan lokal. 

Perayaan yang meriah dan penuh kekeluargaan ini menjadi salah satu ciri khas budaya Aceh yang masih lestari hingga kini. ✨

Penulis Ditulis oleh: Yusri Razali

Posting Komentar