Syekh Abdurrauf al-Fansuri: Ulama Besar Aceh yang Mempengaruhi Dunia Islam Nusantara
Syekh Abdurrauf as-Singkili, yang juga dikenal dengan nama Syekh Abdurrauf al-Fansuri atau Teungku Syiah Kuala, adalah salah satu ulama terbesar yang lahir di Singkil, Aceh, sekitar awal abad ke-17. Beliau tumbuh dalam suasana Aceh yang saat itu menjadi pusat peradaban Islam di Nusantara.
Nama al-Fansuri merujuk pada asal-usulnya dari wilayah Fansur (Barus–Singkil), sebuah daerah penting di pesisir barat Sumatra yang sejak lama menjadi pusat perdagangan sekaligus pintu masuk Islam di Nusantara.
Sejak muda, Syekh Abdurrauf menekuni ilmu agama. Semangatnya menuntut ilmu membawanya mengembara hingga ke Mekkah, Madinah, Yaman, Gujarat, dan Turki.
Perjalanan panjang ini ditempuh selama lebih dari 19 tahun, di mana beliau berguru kepada ulama-ulama terkemuka dunia Islam.
Guru dan Murid
Di Tanah Suci, Syekh Abdurrauf berguru kepada Syekh Ahmad al-Qusyasyi dan Syekh Ibrahim al-Kurani, dua ulama besar yang dikenal sebagai penyebar Tarekat Syattariyah.
Sepulangnya ke Aceh, beliau tidak hanya menyebarkan tasawuf, tetapi juga mengajarkan syariat Islam secara mendalam.
Kharisma dan keluasan ilmunya membuat banyak murid berdatangan dari berbagai wilayah Nusantara. Murid-murid beliau menjadi pembawa panji Islam yang kemudian merambah ke Sumatra, Jawa, hingga Maluku.
Peran dalam Kesultanan Aceh
Syekh Abdurrauf tercatat dalam sejarah tidak hanya sebagai sufi besar, tetapi juga sebagai mufti Kesultanan Aceh. Pada masa Sultanah Shafiyatuddin (1641–1675), beliau dipercaya menjadi penasihat dalam urusan hukum Islam.
Dengan peran ini, Syekh Abdurrauf berhasil menyeimbangkan antara syariat, tasawuf, dan kehidupan bernegara.
Karya-Karya Monumental
Jejak keilmuannya terpatri dalam deretan karya tulis, dan di antara warisan besar Syekh Abdurrauf al-Fansuri ialah:
- Mir’ât al-Thullab ⮕ Kitab fikih berbahasa Melayu yang dijadikan rujukan hukum Islam di Nusantara.
- Tanbih al-Masyi ⮕ Membahas ajaran tarekat Syattariyah.
- Tafsir Turjuman al-Mustafid ⮕ Tafsir Al-Qur’an pertama yang menggunakan bahasa Melayu.U
- mdatul Muhtajin ⮕ Membahas hukum Islam praktis.
Kitab-kitabnya menjadi bukti peran beliau dalam mengembangkan Islam dengan pendekatan intelektual sekaligus spiritual.
Julukan Teungku Syiah Kuala
Setelah kembali dari pengembaraan ilmunya, Syekh Abdurrauf menetap di daerah Syiah Kuala, di sinilah beliau mengajar, berdakwah, dan menulis kitab hingga akhir hayatnya pada tahun 1693 M.
Karena itulah masyarakat Aceh menjulukinya Teungku Syiah Kuala, yang berarti "Syekh dari Kuala".
Dari julukan itulah lahir nama Universitas Syiah Kuala (USK), yang berkembang menjadi universitas terbesar di Aceh.
Warisan Abadi
Syekh Abdurrauf Singkil bukan sekadar ulama, tetapi juga pembaru pemikiran Islam di Nusantara. Beliau berhasil mengajarkan Islam yang seimbang antara syariat dan hakikat, antara hukum dan spiritualitas.
Makamnya yang berada di Banda Aceh, Tepatnya di Gampong Deyah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, hingga kini menjadi tempat ziarah dan simbol penghormatan masyarakat terhadap seorang ulama besar yang telah berjasa menyebarkan cahaya Islam di tanah air. []