KH. Idham Chalid: Ulama, Politisi, dan Ketua DPR Termiskin yang Disegani

Daftar Isi

Dalam sejarah bangsa Indonesia, ada banyak ulama yang turut serta dalam perjalanan politik. Salah satunya adalah KH. Idham Chalid, sosok ulama kharismatik sekaligus jadi negarawan tangguh, politisi ulung tanpa kehilangan wibawa.

Ia bukan hanya pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) selama puluhan tahun, tetapi juga pernah menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan, termasuk sebagai Ketua DPR/MPR RI.

Namun, yang membuatnya benar-benar dikenang bukan hanya posisinya, melainkan kesederhanaan dan integritasnya. Meski dikelilingi godaan kekuasaan, Idham Chalid tak tergoyahkan menjaga amanah hingga dikenal sebagai Ketua DPR termiskin.

Awal Kehidupan dan Pendidikan

KH. Idham Chalid lahir pada 27 Agustus 1921 di Setui, Kalimantan Selatan. Sejak kecil, ia sudah ditempa dalam lingkungan religius. 

Pendidikan dasarnya ditempuh di daerah asal, lalu ia melanjutkan ke berbagai pesantren. Jiwa kepemimpinan dan kecerdasannya membuatnya cepat menonjol.

Di usia muda, Idham Chalid sudah aktif dalam berbagai organisasi Islam. Ia dikenal memiliki pandangan luas, tidak kaku, dan mampu berdialog dengan banyak pihak. 

Hal inilah yang kelak membawanya masuk ke dunia politik tanpa kehilangan jati diri sebagai ulama.

Karier di Nahdlatul Ulama

Nama Idham Chalid semakin besar ketika ia aktif di Nahdlatul Ulama (NU). Pada tahun 1956, ia dipercaya untuk memimpin PBNU sebagai ketua umum.

Posisi ini diembannya selama hampir tiga dekade, dari 1956 hingga 1984, menjadikannya salah satu pemimpin NU dengan masa jabatan terlama.

Masa kepemimpinannya bukanlah masa yang mudah. NU kala itu harus menghadapi dinamika politik nasional yang penuh gejolak, termasuk masa Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru. 

Namun, dengan kepiawaiannya, Idham Chalid mampu menjaga NU tetap solid dan relevan di tengah perubahan.

Dari Ulama ke Politisi

Idham Chalid adalah contoh nyata bagaimana seorang ulama bisa terjun ke dunia politik tanpa kehilangan wibawanya. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri di era Kabinet Karya (1957), kemudian menduduki berbagai posisi menteri di kabinet-kabinet berikutnya.

Puncak karier politiknya adalah ketika ia dipercaya menjadi Ketua DPR/MPR RI (1972–1977). Meski menduduki posisi tertinggi di parlemen, Idham Chalid tidak pernah menjadikan jabatan itu sebagai sarana memperkaya diri.

Ketua DPR Termiskin

Julukan “Ketua DPR termiskin” melekat pada Idham Chalid. Bukan karena beliau tidak punya apa-apa, tetapi karena ia tidak pernah memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi.

Bahkan, ia dengan tegas mengharamkan penggunaan fasilitas negara untuk keluarganya. Rumah dinas, kendaraan serta fasilitas negara lainnya tak pernah ia biarkan dimanfaatkan oleh istri dan anak-anaknya. Semua kebutuhan keluarga ditanggung dari hasil pribadinya, bukan dari negara.

Sifat seperti ini nyaris tak terlihat, khususnya di kalangan elite pemerintahan. Di saat banyak politisi yang justru sibuk mengumpulkan harta, Idham Chalid menunjukkan teladan bahwa jabatan adalah amanah yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.

Tak heran jika meskipun disebut sebagai Ketua DPR “termiskin”, wibawa dan kehormatannya justru sangat tinggi. Ia dihormati bukan karena harta, melainkan karena ketulusan dan kejujurannya.

Sosok yang Sederhana dan Moderat

Idham Chalid dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan mudah didekati. Ia tidak pernah menunjukkan jarak dengan masyarakat kecil. 

Di NU, ia sering turun langsung menemui para kiai kampung dan santri, membicarakan persoalan umat dengan penuh kesabaran.

Sebagai politisi, ia dikenal moderat. Ia mampu menjembatani perbedaan, baik di kalangan internal NU maupun antarpartai politik. Diplomasi yang tenang dan penuh kebijaksanaan membuatnya disegani oleh kawan maupun lawan politik.

Penghargaan dan Gelar Pahlawan Nasional

Atas jasa-jasanya, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada KH. Idham Chalid pada tahun 2011, setahun setelah wafatnya. Gelar ini pantas disandang, mengingat peran besarnya baik di dunia keagamaan maupun politik.

Warisan Teladan

Warisan terbesar KH. Idham Chalid bukan hanya jabatan-jabatan tinggi yang pernah dipegangnya, melainkan teladan moral. Ia mengajarkan bahwa menjadi pejabat tidak berarti harus hidup berlebihan. 

Bahwa kekuasaan bukan sarana untuk menguntungkan keluarga, melainkan amanah untuk memperjuangkan rakyat.

Di tengah kondisi politik yang kerap diwarnai korupsi dan penyalahgunaan jabatan, teladan Idham Chalid menjadi sangat relevan: kesederhanaan, kejujuran, dan integritas adalah harga mati seorang pemimpin.

📝 Intisari

KH. Idham Chalid membuktikan bahwa seorang kiai bisa tetap terhormat meskipun terjun ke dunia politik. 

Dengan prinsip hidup sederhana dan keberaniannya menolak fasilitas negara untuk keluarganya, ia meninggalkan jejak emas sebagai pemimpin yang bersih dan amanah.

Namanya akan terus dikenang sebagai ulama, politisi, dan negarawan sejati yang membuktikan bahwa jabatan tinggi tidak harus membuat seseorang lupa daratan.

Posting Komentar