Api yang Membakar Masjid Raya: Kisah Kelam Penjajahan Belanda

Daftar Isi

Di pusat Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, terdapat Masjid Raya Baiturrahman, atau yang biasa disebut Meuseujid Raya Baiturrahman oleh masyarakat Aceh, sebuah masjid bersejarah yang memiliki nilai religius dan budaya tinggi.

Masjid ini mulai dibangun pada tahun 1879 dan sejak saat itu menjadi lambang keagamaan sekaligus identitas budaya bagi masyarakat Aceh. 

Masjid Raya Baiturrahman, Simbol Kejayaan Islam di Aceh

Masjid ini bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah umat Islam, tetapi juga menjadi simbol semangat perjuangan, kekuatan, dan nasionalisme masyarakat Aceh yang kuat dan tak tergoyahkan.

Sebagai saksi bisu perjalanan sejarah Aceh, Masjid Raya Baiturrahman telah menjadi ikon penting sejak zaman Kesultanan Aceh hingga masa modern sekarang.

Sejak abad ke-17, masjid ini menjadi pusat ilmu, dakwah, sekaligus simbol kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam. Dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda, masjid ini menjadi ikon kebanggaan rakyat Aceh yang religius dan berbudaya.

Keistimewaan masjid ini juga terlihat dari kemampuannya bertahan menghadapi bencana dahsyat seperti gempa bumi dan tsunami yang melanda pada tahun 2004, menjadikannya simbol ketangguhan dan harapan bagi masyarakat setempat.

Namun, sejarah mencatat masa kelam ketika Belanda datang menyerang Aceh. Demi melumpuhkan semangat rakyat, mereka melakukan tindakan yang meninggalkan luka mendalam: membakar Masjid Raya Baiturrahman.

Tahun 1873: Belanda Membakar Masjid Raya Baiturrahman

Pada 1873, Belanda melancarkan agresi militer pertama ke Aceh. Mereka menyerbu Banda Aceh dengan kekuatan penuh. Di tengah kobaran serangan, Belanda membakar Masjid Raya Baiturrahman yang dulu berdiri sederhana dengan atap rumbia yang memikat.

Tindakan ini bukan hanya dianggap sebagai serangan fisik, tetapi juga penghinaan terhadap keyakinan dan martabat masyarakat Aceh. Masjid yang menjadi pusat kegiatan spiritual dan sosial hancur dilalap api, menyisakan amarah yang membara di hati rakyat.

Amarah Rakyat Aceh Meledak

Tindakan membakar Masjid Raya Baiturrahman ternyata berbuah menjadi bumerang bagi pihak Belanda. Rakyat Aceh semakin marah dan perlawanan meluas. Dari ulama hingga rakyat kecil, semua bangkit melakukan jihad fi sabilillah.

Akibatnya, Perang Aceh yang awalnya diprediksi Belanda akan singkat, justru berlangsung puluhan tahun. Bahkan, perang ini dikenal sebagai salah satu perang kolonial terlama dan paling brutal dalam sejarah Belanda di Nusantara.

Upaya Belanda Menebus Dosa: Membangun Kembali Masjid

Menyadari kesalahannya, Belanda kemudian mencoba mengambil hati rakyat. Pada tahun 1879, mereka membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman dengan arsitektur bergaya Moghul (India).

Masjid baru ini awalnya ditolak rakyat Aceh, karena dianggap simbol penjajah. Namun seiring waktu, masjid tersebut akhirnya diterima. 

Kini, Masjid Raya Baiturrahman berkembang menjadi salah satu masjid termegah di Asia Tenggara, dengan tujuh kubah besar berwarna hitam yang ikonik.

Warisan Sejarah dan Kebanggaan Aceh

Tragedi pembakaran Masjid Raya Baiturrahman menjadi pengingat betapa kerasnya perjuangan rakyat Aceh melawan kolonialisme. Dari peristiwa ini kita belajar bahwa semangat mempertahankan agama, budaya, dan tanah air bisa mengalahkan kekuatan penjajah sebesar apa pun.

Kini, Masjid Raya Baiturrahman berdiri megah di jantung Kota Banda Aceh. Selain sebagai pusat ibadah, masjid ini juga menjadi destinasi wisata religi dan sejarah yang wajib dikunjungi.

Kesimpulan

Tragedi pembakaran Masjid Raya Baiturrahman oleh Belanda pada tahun 1873 justru menjadi momentum yang membangkitkan semangat perjuangan rakyat Aceh. 

Dari puing-puing sejarah itu lahirlah masjid megah yang hari ini menjadi ikon Aceh sekaligus simbol keteguhan iman. []

Posting Komentar